Sabtu, 23 April 2011

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN BRONCHOPNEUMONIA


ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN BRONCHOPNEUMONIA
DAFTAR SINGKATAN

 
°C    :    Derajat Celcius
ADL    :    Activity Daily Living
Bp.    :    Bapak
DO    :    Data Obyektif
DS    :    Data Subyektif
RL    :    Ringer Laktat
RS    :    Rumah Sakit
Tn.    :    Tuan
Nn    :    Nona
tpm    :    Tetes per menit
WIB    :    Waktu Indonesia Barat
TD    :    Tekanan Darah
RR    :    Respiratory Rate
KU    :    Keadaan umum
BAK    :    Buang Air Kecil
BAB    :    Buang Air Besar
IGD    :    Instalasi Gawat Darurat
CO2    :    Karbondioksida
Ml    :    mililiter
IV    :    Intravena
GDA    :    Gas Darah Arteri
PPOM    :    Penyakit Paru Obstruksi Menahun
ISK    :    Infeksi Saluran Kemih
O2    :    Oksigen
BAB I
KONSEP DASAR

 
A.    Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan      

1.    Anatomi pernafasan
Sistem pernafasan berfungsi sebagai pendistribusi udara dan pertukaran gas sehingga oksigen dapat disuplai dan karbon dioksida dikeluarkan dari sel-sel tubuh (Asih, 2003 : 2).Untuk lebih jelasnya anatomi pernafasan dapat dilihat pada (Gambar 1.1)
Secara sistematis saluran pernafasan dibagi menjadi saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah. Organ saluran pernafasan atas terletak di luar toraks atau rongga dada, sementara saluran pernafasan bawah terletak hampir seluruhnya di dalam toraks (Asih, 2003 : 2).
a.    Saluran pernafasan atas terdiri dari :
1)    Hidung
        Hidung adalah pintu masuk pertama udara yang kita hirup. Udara keluar melalui sistem pernafasan yaitu hidung yang terbentuk atas dua tulang hidung dan beberapa kartilago. Terdapat dua pipi pada dasar hidung-nostril (lubang hidung), atau nares eksternal yang dipisahkan oleh septum nasal di bagian tengah. Lapisan mukus hidung adalah sel epitel bersila dengan sel goblet yang menghasilkan lendir dan juga sebagai sistem pembersih pada hidung(Asih, 2003 : 2). Zat mukus yang disekresi hidung mengandung enzim lisosom yang dapat membunuh bakteri (Alsagaff, 2006 : 9).
2)    Faring
        Faring atau tenggorokan adalah tuba muskular yang terletak di posterior rongga nasal dan oral dan di anterior vertebra servikalis. Faring dapat dibagi menjadi tiga segmen, setiap segmen dilanjutkan oleh segmen lain nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Nasofaring terletak di belakang rongga nasal, orofaring terletak di belakang mulut sedangkan laringofaring terletak di belakang laring (Asih , 2003 : 5). 
3)    Laring
        Laring menghubungkan trakhea dengan faring (Underwood, J.C.E, :1999 : 14). Laring sering disebut kotak suara fungsinya untuk berbicara, selain itu juga untuk mencegah benda padat agar tidak masuk ke dalam trakhea. Dinding laring dibentuk oleh tulang rawan (kartilago) dan bagian dalamnya dilapisi oleh membran mukosa bersilia, kartilago laring tersusun 9 buah, kartilago yang terbesar adalah kartilago tiroid atau disebut dengan buah jakun pada pria, terkait di puncak tulang rahang tiroid terdapat epiglotis yang fungsinya membantu menutup laring sewaktu orang menelan makanan. Pita suara terletak di kedua sisi selama bernafas, pita suara tertahan di kedua sisi glotis sehingga untuk dapat masuk dan keluar dengan bebas dari trakhea. Selama berbicara otot intrinsik laring menarik pita suara untuk menghasilkan bunyi yang selanjutnya diubah menjadi kata-kata. Saraf kranial motorik yang mempersarafi faring untuk berbicara adalah nervus vagus dan nervus aksesorius(Asih , 2003 : 5).
b.    Saluran pernafasan bawah terdiri atas
1)    Trakhea (pipa udara)
        Adalah saluran udara tubular yang mempunyai panjang sekitar 13 cm. Trakhea terletak di depan esofagus, tepat di permukaan leher. Dinding trakhea disangga oleh cincin-cincin kartilago, otot polos dan serat elastik. Cincin kartilago berbentuk kaku guna mencegah agar tidak kolaps dan menutup jalan udara. Bagian dalam trakhea dilapisi membran mukosa bersilia (Asih, 2003 : 5).
2)    Bronkhial
        Ujung distal trakhea terbagi menjadi bronkhus primer kanan dan kiri yang terletak di dalam rongga dada. Bronkhus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada yang kiri. Fungsi percabangan bronkhial untuk memberikan saluran bagi udara antara trakhea dan alveoli agar jalan udara tetap terbuka dan bersih (Pearce, 2006 : 215).
3)    Alveoli
        Alveoli berjumlah sekitar 300 sampai 500 juta di dalam paru-paru orang dewasa. Fungsinya adalah sebagai satu-satunya tempat pertukaran gas antara lingkungan eksternal dan aliran darah. Alveoli dikelilingi oleh dinding yang tipis yang terdiri atas satu lapis epitel skuamosa. Di antara sel epitel terdapat cairan khusus yang menyekresi lapisan molekul lipid yang disebut surfaktan. Cairan ini dibutuhkan untuk menjaga agar permukaan alveolar tetap lembab, tanpa surfaktan tekanan permukaan akan menjadi demikian besar sehingga membutuhkan upaya muskular yang sangat besar untuk mengembangkan alveoli (Asih, 2003 : 3-8). Surfaktan adalah suatu zat campuran antara lemak fosfat, lemak jenis lain, protein dan karbohidrat yang disekresi oleh epitel alveol tipe II, surfaktan berperan menurunkan tegangan permukaaan pada cairan alveol sehingga alveol lebih mudah berkembang pada waktu inspirasi dan mencegah alveol menutup pada akhir respirasi. Faktor yang dapat mempengaruhi sintesa surfaktan adalah hormon tiroid dan hormon kortikosteroid.(Alsagaff, 2006 :12)
4)    Paru-paru
        Paru-paru terletak di kedua sisi jantung di dalam rongga dada dan dikelilingi serta dilindungi oleh sangkar iga. Bagian dasar setiap paru terletak atas diafragma, bagian apeks paru (ujung superior) terletak setinggi klavikula . Pada permukaan tengah dari setiap paru terdapat identasi yang disebut hilus tempat bronkus primer dan masuknya arteri serta vena pulmonasi ke dalam paru. Bagian kanan dan kiri paru terdiri atas percabangan saluran yang membentuk jutaan alveoli, jaring-jaring kapiler dan jaringan ikat.
        Setiap paru dibagi menjadi kompartemen yang lebih kecil pembagian pertama disebut lobus. Paru kanan terdiri atas 3 lobus dan lebih besar dari kiri yang hanya terdiri 2 lobus. Lapisan yang membatasi antara lobus disebut fisura. Lobus kemudian dibagi lagi menjadi segmen. Setiap segmen terdiri atas banyak lobulus yang masing-masing mempunyai bronkhiale, arterioale, venula dan pembuluh limfatik
        Dua lapis membran serosa mengelilingi setiap paru dan disebut sebagai pleura. Lapisan terluar disebut pleura parietal yang melapisi dinding dada dan mediastinum. Lapisan dalamnya disebut pleura viseral yang mengelilingi paru. Rongga pleura ini mengandung cairan yang dihasilkan sel-sel serosa di dalam pleura. Jika cairan yang dihasilkan berkurang atau membran pleura membengkak, akan terjadi suatu kondisi yang disebut pleuritis dan terasa sangat nyeri karena membran pleura saling bergesekan (Asih, 2003 : 9).
5)    Toraks
        Rongga toraks terdiri atas rongga pleura kanan dan kiri dan bagian tengah yang disebut mediastinum. Satu-satunya organ dalam rongga toraks yang tidak terletak di dalam mediastinum adalah paru-paru. (Asih, 2003 : 9).
2.    Fisiologi pernafasan
        Fisiologi pernafasan adalah serangkaian proses interaksi dan koordinasi yang kompleks yang mempunyai peranan sangat penting dalam mempertahankan kestabilan atau homeostasis lingkungan internal tubuh kita. Ventilasi pulmonal adalah istilah teknis dari bernafas terdiri dari inspirasi yaitu gerakan perpindahan udara masuk ke dalam paru-paru dan ekspirasi yaitu gerakan udara meninggalkan paru-paru. Adapun prosesnya adalah sebagai berikut :
a.    Inspirasi
        Diafragma berkontraksi, bergerak ke arah bawah dan mengembangkan rongga dada dari atas ke bawah. Otot-otot interkosta eksternal menarik iga dari atas keluar yang mengembangkan rongga dada ke arah samping kiri dan kanan, dengan begitu pleura parietal ikut mengembang diikuti oleh pleura viseral, yang menyebabkan tekanan intrapulmonal turun di bawah tekanan atmosfer dan udara masuk melalui hidung dan akhirnya sampai alveoli (Asih, 2003: 11). Otot – otot yang digunakan untuk inspirasi adalah difragma (paling utama), muskulo intercostalis externus, muskulo scaleneus, muskulo sternocleidomastoideus dan muskulo pectoralis minor (Alsagaff, 2006 :13)
b.    Ekspirasi
        Diafragma dan otot-otot interkosta rileks, karena rongga menjadi lebih sempit, paru-paru terdesak dan jaringan elastiknya meregang selama inhalasi, mengerut dan juga mendesak alveoli. Dengan meningkatnya tekanan intrapulmonal di atas tekanan atmosfir, udara didorong keluar paru sampai kedua tekanan sama kembali(Asih, 2003 : 10 -11). . Otot-otot yang digunakan untuk ekspirasi adalah intercostalis internus dan otot-otot dinding perut (Alsagaff, 2006 : 13).
  1. Pengertian

(Gambar 1.2)

 
Bronchopneumonia adalah pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbecak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronkhi dan meluas ke parenkim paru, (Smeltzer, 2001 : 215). Seperti yang terlihat pada gambar diatas dimana pada penyakit bronchopneumonia yang terkena adalah pada bagian bronkhusnya (Gambar 1.2).
Bronchopneumonia adalah proses inflamasi dari parenkim paru yang mengenai bronkus atau bronkiolus yang umumnya disebabkan oleh preparat infeksius (Baughman, 2000 : 460).
Bronchopneumonia adalah bercak-bercak konsolidasi, terpusat pada bronkiolus atau bronkus, sebagian besar terjadi pada bayi atau anak, biasanya sekunder terhadap penyakit yang ada sebelumnya (Underwood, J.C.E, : 1999 : 14).

 
C.    Etiologi
Penyebab dari bronchopneumonia hampir mirip dengan pneumonia diantaranya disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur. Bakteri (streptokokkus pneumonia, streptokokkus piogenes, stafilokokkus aureus, klebsiela pneumonia, eschericia coli, sedangkan dari virus yaitu (influenza virus, Respiratory Syntial Virus (RSV), jamur yaitu (aspergillus, fikomisetes, blastomises dermatitidis, selain itu dapat juga disebabkan bahan lain misalnya inhalasi bahan-bahan organik dan anorganik atau uap kimia seperti berilium, inhalasi bahan debu yang mengandung alergen, radiasi, daya tahan tubuh yang menurun (Alsagaff, 2006 : 122-123). Penyebab dari bronchopneumonia adalah bakteri dengan virulensi rendah, seperti yang ditemukan pada penderita dengan imunosupresi dimana bakteri tidak akan menyebabkan sakit yang serupa pada individu sehat dan sakit, organisme penyebab adalah stafilokokkus, streptokokkus, haemophyilus influenzae koliform dan jamur (Underwood, J.C.E, 1999 : 13-14).
D.    Manifestasi Klinis
        Menurut Smeltzer (2001 : 460) manifestasi klinis dari bronchopneumonia adalah menggigil mendadak, demam yang meningkat dengan cepat dan berkeringat sangat banyak, nyeri dada seperti ditusuk yang diperburuk dengan pernafasan dan batuk, sakit parah dengan takipnea jelas (25-45 x/menit) dypsnea, nadi cepat, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia, sputum purulen.
        Menurut Asih (2003 : 65) temuan subyektif meliputi dipsneu demam, menggigil, batuk produktif dengan sputum purulen. Temuan obyektif termasuk demam, hipoksemia, bunyi pekak saat perkusi. Menurut Alsagaff (2006 : 125) gejala bersifat akut, penderita merasa badannya dingin disertai menggigil dan disusul dengan peningkatan panas badan 40°C, panas badan meninggi pada pagi dan sore, mialgia.
E.    Patofisiologi
    Menurut Smeltzer (2001 : 211) virus, jamur, bakteri masuk ke alveoli dan ke bronkioli melalui inhalasi mikroba yang ada di udara, aspirasi organisme dari nasofaring, sirkulasi dari infeksi sistemik, invasi bakteri ke bronkioli dan alveolar menyebabkan inflamasi saluran pernapasan maka akan terjadi peningkatan jumlah kapiler dan peningkatan sekresi kelenjar mukosa. Peningkatan jumlah kapiler akan terjadi oedema pada mukosa dan bila terlalu lama maka akan terjadi hipoventilasi dan pasien akan sesak nafas dikarenakan pada saat terjadi hipoventilasi terjadi ketidakseimbangan masukan oksigen ke dalam darah. Pada saat terjadi peningkatan sekresi kelenjar mukosa akan meningkatkan produksi mukosa yang bila tidak segera diatasi lama kelamaan sekret itu akan semakin bertambah, yang akan menyebabkan penyumbatan di saluran pernafasan.
    Menurut Asih (2003 : 65) virus, jamur,protozoa, atau riketsia masuk melalui beberapa jalur yaitu ketika individu yang terinfeksi batuk, bersin, berbicara, mikroorganisme dilepaskan ke dalam udara dan terhirup oleh orang lain, mikroorganisme dapat juga terinspirasi dengan aerosol (gas nebulasi) dari peralatan terapi pernapasan yang terkontaminasi, melalui sirkulasi infeksi sistemik. Pada individu yang sehat, patogen yang mencapai paru dikeluarkan atau melalui mekanisme pertahanan diri seperti refleks batuk, klirens mukosiliaris, dan fagositosis oleh makrofag alveolar. Pada individu yang rentan, patogen yang masuk ke dalam tubuh memperbanyak diri, melepaskan toksin yang bersifat merusak dan menstimulasi respon inflamasi dan respon imun yang keduanya mempunyai efek samping merusak. Reaksi antigen-antibodi dan endotoksin yang dilepaskan oleh beberapa mikroorganisme merusak membran mukosa bronkhial dan membran alveolar kapiler. Inflamasi dan edema menyebabkan sel-sel acini dan bronkhiolar terminalis terisi oleh debris infeksius dan eksudat, yang menyebabkan abnormalitas ventilasi-perfusi.
F.    Pemeriksaan Penunjang
    Pemeriksaan penunjang menurut Tucker (1998 : 247) adalah :
  1. Pemeriksaan sinar X dada bercak atau infiltrat difus
  2. Leukosit
  3. Kultur darah
  4. Gas darah arteri
  5. Bronkoskopi
    Menurut Alsagaff (2006 : 132) meliputi :
1.    Kultur sputum
    Pada kultur sputum kuman dengan media agar darah bila ada stafilokokkus hemolitik akan terlihat yellow pigmented colonies dalam.24 jam
2.    Kultur darah
    Bila leukosit meningkat sampai 20.000 pertanda prognosis.jelek
3.    Foto thorax terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau streptokokkus beberapa lobus.
G.    Penatalaksanaan
        Penatalaksanaan bronkopneumoni menurut Baughman (2000 : 461) yaitu :
  1. Pemberian antibiotik yaitu penisilin G merupakan antibiotik untuk infeksi oleh streptokokkus. pneumonia yang lainnya eritromisin, klindamisin.
  2. Oksigen untuk hipoksemia, gas darah arteri
  3. Tirah baring sampai tanda infeksi yang diperlihatkan.menghilang
  4. Tindakan dukungan pernafasan seperti intubasi endotrakeal, inspirasi oksigen konsentrasi tinggi, ventilasi mekanis, dan tekanan ekspirasi akhir positif
        Penatalaksanaan bronkopneumoni menurut Engram (1998 : 61) yaitu :
    Penatalaksanaan medis :
  1. Farmakoterapi (antibiotik diberikan secara intravena, ekspektoran, antipiretik, analgetik)
  2. Terapi oksigen dan nebulisasi aerosol
  3. fisioterapi dada dengan drainase postural
Penatalaksanaan keperawatan :
  1. Terapi intravena
  2. Imobilisasi
H.    Komplikasi
        Menurut Tucker (1998 : 247) komplikasi bronchopneumonia adalah
  1. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
  2. Emfisema adalah suatu keadaan di mana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
  3. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
  4. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
  5. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak
 Menurut Smeltzer (2001 : 240 ) komplikasi bronchopneumonia adalah :
1.    Hipotensi dan syok, terutama pada pasien yang tidak mendapatkan pengobatan yang spesifik atau menunda pengobatan
    2.    Gagal pernapasan, pasien biasanya memberikan respon terhadap pengobatan
        dalam 24 jam setelah antibiotik diberikan
    3.    Atelektasis, akibat obstruksi bronkus oleh penumpukan sekresi
    4.     Efusi pleura, cairan terkumpul dalam rongga pleura
    5.    Delirium, disebabkan oleh hipoksia, meningitis



Inhalasi mikroorganisme yang dilepaskan ke dalam udara
 

Peningkatan jumlah permeabilitas kapiler

Hypoventilasi

Gangguan keseimbangan oksigen

Sesak nafas

Penggunaan otot bantu pernapasan meningkat

Upaya pernapasan meningkat

Keletihan

Intoleransi aktivitas
Virus, bakteri, jamur

Aspirasi organisme dari nasofaring


Invasi bakteri ke bronkioli dan alveolar

Reaksi antigen dan antibodi

Endotoksin dilepaskan

Inflamasi saluran pernafasan

Bronchopneumonia

 
Hipoxia



Suplay O2 ke GI menurun

Anoreksia

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan


Sirkulasi dari infeksi sistemik







 

Nyeri

 

Peningkatan sekresi kelenjar mukosa


Peningkatan produksi mukus

Akumulasi sekret

Obstruksi jalan nafas

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Suplay O2 ke otak menurun


Pusing Penurunan

kesadaran




J.    Data Dasar Pengkajian Pasien
Data dasar pengkajian pasien menurut Doenges (2001 : 164-165) adalah :
1.    Aktivitas atau istirahat
    Gejala     :    Kelemahan, kelelahan, insomnia.
    Tanda    :    Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
2.    Sirkulasi
    Gejala    :    Riwayat adanya gagal ginjal kronis.
    Tanda    :    Takikardi, penampilan kemerahan atau pucat.
3.    Integritas ego
    Gejala    :    Banyaknya stressor, masalah finansial.
4.    Makanan atau cairan  
    Gejala    :    Kehilangan nafsu makan, mual atau muntah, riwayat diabetes mellitus
    Tanda    :    Distensi abdomen, hiperaktif, bunyi usus, kulit dengan turgor buruk, malnutrisi.
5.    Neurosensori
    Gejala    :    Sakit kepala daerah frontal
    Tanda    :    Perubahan mental (bingung, somnolen)
6.    Nyeri atau kenyamanan
    Gejala    :    Sakit kepala, nyeri dada meningkat oleh batuk, mialgia, sefalgia
    Tanda    :    Melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan).
7.    Pernafasan
    Gejala    :    Riwayat adanya ISK kronis, PPOM, takipnea, dipsneu progresif, pernafasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal.
    Tanda    :    Sputum purulen, perkusi : pekak di atas area yang konsolidasi, gesekan friksi pleura, fremitus, taktil dan vokal bertahap meningkat dengan konsolidasi bunyi nafas : menurun atau tidak ada di atas area yang terlihat atau nafas bronkhial.
8.    Keamanan
    Gejala    :    Riwayat gangguan sistem imun, misal : SLE, AIDS, demam
    Tanda    :    Berkeringat, menggigil berulang, kemerahan mungkin ada pada kasus rubela.
9.    Penyuluhan atau pembelajaran
    Gejala    :    Riwayat mengalami pembedahan
Data dasar pengkajian pasien menurut Engram (1998 : 61-62) adalah :
  1. Riwayat atau adanya faktor risiko seperti PPOM, perokok berat, immobilisasi fisik lama, pemberian makanan melalui selang sacara terus-menerus, obat-obatan imunosupresif, menghirup atau aspirasi zat iritan, terpapar pulusi udara terus-menerus,terpasang selang endotrakeal atau trakeostomi, penurunan tingkat kesadaran.
  2. Pemeriksaan fisik berdasarkan pada format pengkajian sistem pernapasan yaitu demam tinggi dan menggigil, nyeri dada pleuritik, takipnea dan takikardi, rales, pada awalnya batuk tidak produktif tapi selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mukosa purulen, dipsnea, kelemahan dan malaise, keringat hilang timbul sesuai peningkatan dan penurunan demam.
  3. Cari sumber infeksi saluran pernapasan atas (luka tenggorokan, kongesti nasal, demam ringan)
  4. Kaji respon emosional terhadap kondisinya
K.    Fokus Intervensi Keperawatan
    Menurut Doenges (1999 : 166-174) fokus intervensi bronchopneumonia adalah:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial, peningkatan produksi sekret.
Tujuan    :    Setelah dilakukan tindakan keperawatan bersihan jalan nafas efektif.
Kriteria hasil    :    Jalan nafas paten dengan bunyi napas bersih, tidak ada dipsnea, sianosis.
Intervensi 
Rasionalisasi 
a.    Kaji frekuensi atau kedalaman pernafasan dan gerakan dada 
a.    Takipnea, pernapasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi ketidaknyamanan gerakan dinding dada atau cairan paru
b.    Auskultasi area paru, catat area penurunan atau tak ada aliran udara dan bunyi nafas adventisius, misal krekels 
b.    Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan, bunyi nafas bronkial dapat juga terjadi pada area konsolidasi
c.    Bantu pasien latihan nafas sering, bantu pasien mempelajari melakukan batuk efektif 
c.    Nafas dalam memudahkan ekspirasi maksimum paru-paru atau jalan nafas lebih kecil 
d.    Berikan minum air hangat
d.    Air hangat dapat memobilisasi mengeluarkan sekret 

2.    Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar kapiler, hipoventilasi.
Tujuan    :    Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi gangguan pertukaran gas.
Kriteria hasil    :    Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal, tidak ada tanda distres pernafasan.
Intervensi 
Rasionalisasi 
a.    Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernafas 
a.    Manifestasi distres pernafasan tergantung pada derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum
b.    Observasi warna kulit dan membran mukosa, kuku catat adanya sianosis perifer 
b.    Sianosis kuku menunjukkan vasokonstriksi atau respon tubuh terhadap demam namun sianosis membran mukosa kulit menunjuk-kan hipoksemia sistemik
c.    Awasi frekuensi dan irama jantung 
c.    Takikardi biasanya ada sebagai akibat demam atau dehidrasi atau hipoksia 
d.    Pertahankan istirahat tidur 
d.    Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan atau konsumsi oksigen untuk memudahkan perbaikan infeksi
e.    Kolaborasi dalam pemberian O2
e.    Untuk mempertahankan PaO2 diatas 60 mmHg
3.    Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan utama.
Tujuan    :    Setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil    :    Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi.
Intervensi 
Rasionalisasi 
a.    Pantau tanda-tanda vital 
a.    Selama periode waktu ini potensial komplikasi fatal (hipotensi atau syok dapat terjadi) 
b.    Anjurkan pasien memperhatikan pengeluaran sekret dan melapor-kan perubahan warna, jumlah dan bau sekret
b.    Sputum harus dikeluarkan dengan cara aman, perubahan karakter sputum menunjukkan perbaikan pneumonia 
c.    Tunjukkan atau dorong teknik mencuci tangan yang baik 
c.    Efektif berarti menurunkan penyebaran atau tambahan infeksi
d.    Ubah posisi dengan sesering mungkin dan berikan pembuangan paru yang baik 
d.    Meningkatkan pengeluaran pembersihan infeksi 
e.    Kolaborasi dalam pemberian antibiotik 
e.    Obat ini digunakan untuk membunuh kebanyakan mikrobial pneumoni

4.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay dan kebutuhan oksigen, kelemahan umum.
Tujuan    :    Setelah dilakukan tindakan keperawatan menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas.
Kriteria hasil    :    Tak adanya dipsnea, tanda-tanda vital kembali normal.
    Intervensi 
Rasionalisasi 
a.    Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas 
a.    Menetapkan kemampuan atau kekuatan pasien dan memudahkan pilihan 
b.    Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung 
b.    Menurunkan stres dan meningkatkan istirahat
c.    Beritahu arti pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat 
c.    Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik 
d.    Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat tidur
d.    Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi 
e.    Bantu aktivitas perawatan diri, yang diperlukan 
e.    Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay kebutuhan oksigen 

5.    Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru.
Tujuan    :    Setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa nyeri berkurang.
Kriteria hasil    :    Pasien mengatakan nyeri hilang, pasien rileks.
Intervensi 
Rasionalisasi 
a.    Tentukan karakteristik nyeri 
a.    Nyeri dada, biasanya ada dalam beberapa derajat
b.    Pantau tanda-tanda vital 
b.    Perubahan frekuensi jantung dan tekanan darah menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri 
c.    Berikan tindakan nyaman misal pemijatan, relaksasi 
c.    Tindakan non analgetik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan
d.    Kolaborasi dalam pemberian analgetik dan antitusif sesuai indikasi 
d.    Obat ini dapat digunakan untuk batuk, meningkatkan kenyamanan 
    
6.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik, : anoreksia.
Tujuan    :    Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil    :    a.    Menunjukkan peningkatan nafsu makan
        b.    Mempertahankan berat badan
Intervensi 
Rasionalisasi 
a.    Identifikasi faktor yang menimbulkan mual muntah
a.    Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah 
b.    Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin 
b.    Menghilangkan tanda bahaya, bau dari lingkungan pasien yang dapat menurunkan mual 
c.    Auskultasi bunyi usus, observasi atau palpasi distensi abdomen
c.    Bunyi usus mungkin menurun, distensi abdomen terjadi akibat menelan udara 
d.    Berikan makan porsi kecil dan sering 
d.    Tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk kembali 
e.    Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar
e.    Adanya kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi rendahnya tahanan terhadap infeksi. 

7.    Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan (demam, berkeringat banyak, muntah), penurunan masukan oral.
Tujuan    :    Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi kekurangan volume cairan.
Kriteria hasil    :    a.    Membran mukos lembab, turgor kulit baik
  1. Pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil
Intervensi 
Rasionalisasi 
a.    Kaji perubahan tanda vital
a.    Peningkatan suhu meningkatkan laju metabolik dan kehilangan cairan, takikardi menunjukkan kekurangan cairan sistemik 
b.    Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa 
b.    Indikator langsung keadekuatan volume cairan 
c.    Laporkan jika terjadi mual atau muntah
c.    Adanya gejala ini menurunkan masukan oral 
d.    Pantau masukan dan haluaran 
d.    Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan pengganti 
e.    Kolaborasi dalam pemberian obat antipiretik dan antiemetik 
e.    Berguna menurunkan kehilangan cairan
f.    Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan 
f.    Pada adanya penurunan masukan atau banyak kehilangan, pengggunaan parenteral dapat mencegah kekurangan cairan 
8.    Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai penyakitnya.
Tujuan    :    Setelah dilakukan tindakan keperawatan pengetahuan pasien bertambah.
Kriteria hasil    :    a.    Menyatakan pemahaman kondisi, proses penyakit dan pengobatan.
        b.    Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi 
Rasionalisasi 
a.    Kaji fungsi normal paru, patologi kondisi 
a.    Meningkatkan pemahaman situasi yang ada dan penting menghubung kan dengan program pengobatan 
b.    Diskusikan aspek ketidakmam-puan dari penyakit, lamanya penyembuhan dan harapan kesembuhan
b.    Informasi dapat meningkatkan koping dan membantu menurunkan ansietas dan masalah berlebihan 
c.    Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal 
c.    Kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk mengasimilasi informasi 
d.    Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif latihan pernafasan
d.    Selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar kambuh 
e.    Tekankan perlunya melanjutkan terapi antibiotik selama periode yang dianjurkan 
e.    Penghentian dini antibiotik dapat mengakibatkan iritasi mukosa bronkial dan menghambat makrofag alveolar

        Menurut Engram (1999 : 166-174) fokus intervensi bronchopneumonia adalah:
1.    Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan bronchopneumonia
Tujuan    :    Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi kerusakan pertukaran gas.
Kriteria hasil    :    Bunyi nafas jelas, analisa gas darah dalam batas normal, frekuensi nafas 12-24 per menit, frekuensi nadi 60-100 kali/menit, tidak ada batuk
Intervensi 
Rasionalisasi 
a.    Pantau : status pernafasan tiap 8 jam, tanda vital tiap 4 jam, hasil analisa gas darah, foto rontgen, pemeriksaan fungsi paru-paru
a. Untuk mengidentifikasi kemajuan-kemajuan atau penyimpangan dan hasil yang diharapkan 
b.    Berikan ekspektoran sesuai dengan anjuran dan evaluasi keefektifannya. Tinjau kembali seluruh obat-obatan yang diberikan dan hindari efek samping akibat interaksi antara satu obat dengan obat lainnya. Jadwalkan pemberian obat-obatan untuk mencapai efek terapeutik maksimal
b.    Ekspektoran membantu mengencerkan sekresi sehingga sekret dapat keluar pada saat batuk
c. Dorong pasien untuk minum minimal 2-3 liter cairan perhari 
c.    Untuk membantu mengeluarkan sekresi. Cairan juga membantu mengalirkan obat-obatan di dalam tubuh 
d.    Dorong pasien untuk berhenti merokok 
d.    Nikotin dapat menyebabkan penyempitan
e.    Pertahankan posisi yang nyaman 
e.    Posisi tegak lurus memungkinkan ekpansi paru lebih penuh dengan cara menurunkan tekanan abdomen pada diafragma 

 
2.    Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam, diaforisis
Tujuan    :    Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi kekurangan volume cairan.
Kriteria hasil    :    Haluaran urine lebih besar dari 30 ml/jam, berat jenis urine 1,005-1,025, natrium serum dalam batas normal, mukosa membran lembab, turgor kulit baik, tidak mengeluh kehausan
 
Intervensi 
Rasionalisasi 
a.    Pantau masukan dan haluaran setiap 8 jam, timbang berat badan tiap hari, kondisi kulit dan mukosa membran tiap hari 
a.    Untuk mengidentifikasi kemajuan-kemajuan atau penyimpangan-penyimpangan dari sasaran yang diharapkan
b.    Berikan terapi intravena sesuai dengan anjuran dan berikan dosis pemeliharaan dan tindakan-tindakan pencegahan 
b.    Selama fase akut, pasien terlalu lemah dan sesak, untuk meminum cairan per oral secara adekuat dan untuk mempertahankan hidrasi yang adekuat
c. Berikan cairan per oral sekurang-kurangnya tiap 2 jam sekali. Dorong pasien untuk minum cairan  
c.    Cairan membantu distribusi obat-obatan dalam tubuh, serta membantu menurunkan demam 

3.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan pertukaran gas sekunder terhadap bronchopneumonia
Tujuan    :    Setelah dilakukan tindakan keperawatan menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas.
Kriteria hasil    :    Pasien dapat melakukan aktivitas secara mandiri, dapat berjalan jauh tanpa mengalami nafas cepat, sesak nafas dan kelelahan

Intervensi 
Rasionalisasi 
a.    Monitor frekuensi nadi dan frekuensi nafas sebelum dan sesudah aktivitas 
a.    Untuk mengidentifikasi kemajuan yang dicapai atau penyimpangan dari sasaran yang diharapkan
b.    Tunda aktivitas jika frekuensi nadi dan frekuensi nafas meningkat secara cepat dan pasien mengeluh sesak nafas dan kelelahan, tingkatkan aktivitas secara bertahap untuk meningkatkan toleransi 
b.    Gejala-gejala tersebut merupakan tanda adanya intoleransi aktivitas.
c. Bantu pasien dalam melaksanakan aktivitas sesuai dengan kebutuhannya. Beri pasien istirahat tanpa diganggu diantara berbagai aktivitas 
c.    Untuk menyimpan energi 
d.    Pertahankan terapi oksigen selama aktivitas, lakukan tindakan pencegahan terhadap komplikasi akibat imobilisasi
d.    Aktivitas fisik meningkatkan kebutuhan oksigen dan sistem tubuh akan berusaha menyesuaikannya 
e.    Konsul dokter jika sesak nafas tetap ada atau bertambah berat saat beristirahat 
e.    Hal tersebut dapat merupakaan tanda awal dari komplikasi khususnya gagal nafas
4.    Nyeri dada pleuritik berhubungan dengan bronchopneumonia
Tujuan    :    Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang
Kriteria hasil    :    Menyangkal nyeri dada pleuritik, ekspresi wajah rileks
Intervensi
Rasionalisasi 
a.    Tentukan karakteristik nyeri 
a.    Nyeri dada, biasanya ada dalam beberapa derajat 
b.    Berikan analgetik sesuai dengan anjuran untuk mengatasi nyeri pleuritik jika perlu dan evaluasi keefektifannya 
b.    Analgetik membantu mengontrol nyeri dengan memblok jalan rangsang nyeri
c. Berikan tindakan untuk memberikan rasa nyaman seperti mengelap punggung pasien, memberi air minum hangat 
c.    Tindakan tersebut akan meningkatkan relaksasi. 

 
5.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh penurunan nafsu makan
Tujuan    :    Setelah dilakukan tindakan keperawatan menunjukkan peningkatan nafsu makan
Kriteria hasil    :    Peningkatan masukan makanan , tidak ada penurunan berat badan lebih lanjut
Intervensi 
Rasionalisasi
a.    Pantau , presentase jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan, timbang berta badan tiap hari 
a.    Untuk mengidentifikasi kemajuan-kemajuan atau penyimpanagan dari sasaran yang diharapkan 
b.    Berikan perawatan mulut tiap 4 jam jika sputum tercium bau busuk. Pertahankan kesegaran ruangan
b.    Bau yang tidak menyenangkan dapat mempengaruhi nafsu makan. 
c. Rujuk kepada ahli gizi untuk membantu memilih makanan yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi selama sakit 
c.    Kebanyakan pasien lebih suka mengonsumsi makanan yang merupakan pilihan sendiri
d.    Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering  
d.    Makanan porsi sedikit tapi sering memerlukan lebih sedikit energi 

 
  1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik dan rencana pengobatan
    Tujuan    :    Setelah dilakukan tindakan keperawatan ansietas berkurang
    Kriteria hasil    :    Berkurangnya keluhan perasaan takut, ansietas, dan gelisah, secara verbal menyatakan mengerti kondisi pasien, pemeriksaan diagnostik dan rencana pengobatan
Intervensi 
Rasionalisasi 
a.    Ketika terjadi tanda-tanda distres pernapasan :
1)    Temani pasien dan minta perawat lain untuk segera lapor dokter
2)    Lakukan pendekatan dengan penuh percaya diri dan tenang. Dorong pasien untuk melakukan napas dalam
a.    Keberadaan pemberi pelayanan kesehatan yang kompeten dan penuh percaya diri membantu menurunkan ansietas yang muncul pada waktu pasien sendirian. Sakit dada dan kesulitan bernapas dapat mencetuskan ansietas. Takipnea seringkali diakibatkan oleh ansietas, hal tersebut menyebabkan menurunnya masukan oksigen dan meningkatnya kehilangan CO2. Pernapasan yang terkontrol dapat menurunkan ansietas.
b.    Berikan obat-obat analgetik (morfin sulfat) sesuai dengan anjuran dan evaluasi keefektifannya 
b.    Untuk membantu menurunkan nyeri dada dan menurunkan ansietas
c. Konsul dokter jika analgetik yang diberikan gagal mengontrol nyeri dada 
c.    Nyeri yang menetap merupakan tanda timbulnya infark paru 
d.    Selama fase akut berikan penjelasan singkat tentang pengobatan dan tindakan yang dilakukan. Jika nyeri dan distres pernapasan dapat diatasi berikan informasi yang lebih jelas mengenai :
1)    Sifat kondisi
2)    Tujuan dari pengobatan yang dianjurkan
3)    Pemeriksaan diagnostik yang dianjurkan :
a)    Tujuan
b)    Gambaran singkat mengenai pemeriksaan
c)    Persiapan yang diperlukan sebelum pemeriksaan
d)    Perawatan sesudah pemeriksaan dilakukan  
d.    Mengetahui apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas. Nyeri dan distress pernapasan dapat dipengaruhi oleh proses belajar 

BAB III
PEMBAHASAN

 
    Dalam bab ini akan dibahas diagnosa keperawatan yang muncul  dengan Bronchopneumonia setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul.
  1. Masalah yang Muncul dalam Kasus
            Pada asuhan keperawatan Tn. H dengan bronchopneumonia beberapa diagnosa keperawatan antara lain :
    1.    Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret yang berlebihan
            Menurut Carpenito L.J. (2000 : 124) ketidakefektifan besihan jalan nafas adalah di mana individu tidak mampu lagi membersihkan sumbatan pada jalan nafas. Masalah tersebut muncul pada Tn. H didukung dengan adanya data bahwa pasien mengatakan batuk dahak tidak dapat dikeluarkan disebabkan oleh peningkatan keluarnya sekret sebagai akibat terhadap reaksi peradangan atau infeksi di daerah bronkus dan alveolar sehingga terjadi penumpukan sekret yang berlebihan yang mengakibatkan sumbatan jalan napas. Pada pasien didapatkan respiratory rate 20 x/menit di sini respirasi rate tergolong normal karena normalnya pernapasan orang dewasa antara 16 sampai 24 x/menit. Suara nafas vesikuler adalah suara nafas yang tergolong normal di mana inspirasi lebih panjang daripada ekspirasi.
            Diagnosa ini dijadikan sebagai prioritas utama karena ini merupakan situasi yang mengancam kehidupan dan memerlukan tindakan segera (Carpenito, 1999 : 128), sedangkan menurut Maslow kebutuhan oksigenasi termasuk kebutuhan fisiologis yang terletak pada urutan pertama dan harus segera ditangani, jika tidak segera ditangani terjadi penumpukan sekret yang banyak sehingga akan mengganggu proses pernapasan dan dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas yang akibatnya akan fatal bagi pasien.
            Tujuan yang diharapkan untuk mengatasi masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas yaitu dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam. Ini ditetapkan karena jika sekret menumpuk secara berlebihan maka mengakibatkan sumbatan jalan nafas (Carpenito, L.J., 2000 : 124). Kriteria hasil yang diinginkan adalah jalan nafas efektif, tidak ada penumpukan sekret (Doenges, 1999 : 166).
            Rencana tindakan yang telah ditetapkan :
    a.    Auskultasi bunyi nafas
            Auskultasi bunyi nafas untuk memantau penurunan aliran udara yang terjadi pada daerah konsolidasi dengan cairan (Doenges, 1999 : 167).
    b.    Bantu pasien dalam pengambilan posisi yang nyaman (semifowler). Dengan posisi ini pernafasan pasien lebih mudah karena otot-otot diafragma bekerja secara optimal, bisa mengoptimalkan fungsi paru atau otot bantu pernapasan lain sehingga nafas lebih dalam dan kuat (Doenges, 1999 : 167).
    c.    Ajarkan teknik nafas dalam dan batuk efektif dan fisioterapi dada. Nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru atau jalan nafas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan nafas pasien (Doenges, 1999 : 167).
    d.    Anjurkan pasien untuk minum air hangat
            Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret (Doenges, 1999 : 167).
    e.    Kolaborasi dalam pemberian obat pengencer dahak menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret (Doenges, 1999 : 167).
            Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan adalah melakukan auskultasi bunyi nafas untuk membantu penurunan aliran udara yang terjadi pada daerah konsolidasi dengan cairan, didapatkan bunyi nafas vesikuler, respiratory rate 20 x/menit, mengajarkan teknik nafas dalam, batuk efektif dan fisioterapi dada, kekuatan : Nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru atau jalan nafas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan nafas pasien (Doenges, 1997 : 167), kelemahan : pada saat melakukan fisioterapi dada harus berhati hati jika tidak maka akan terjadi trauma pada kulit dan struktur muskuloskeletal di bawahnya, selain itu jika dilakukan terlalu sering pasien merasa kurang nyaman (Potter, 1245 : 2005) didapatkan sekret keluar purulen, menganjurkan minum air putih hangat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret (Doenges, 1999 : 167). Dalam melaksanakan tindakan ini bekerjasama dengan perawat ruangan dan dengan fasilitas yang ada sehingga pelaksanaan dapat berjalan lancar. Sedangkan intervensi terakhir tidak dapat dilakukan pada saat itu yaitu kolaborasi dalam pemberian obat pengencer dahak tetapi sudah didelegasikan ke tim perawat yang jaga berikutnya.. Setelah beberapa tindakan dilakukan maka ditemukan evaluasi pada tanggal 05 Juni 2008 pada jam 11.30 pasien tampak rileks setelah dahak dapat keluar maka masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas teratasi sebagian. Intervensi dilanjutkan dengan anjurkan kepada pasien untuk melakukan nafas dalam dan batuk efektif apabila dahak sulit dikeluarkan, berikan posisi yang nyaman bagi pasien (semifowler).
    2.    Nyeri kepala berhubungan dengan sumbatan dalam pembuluh darah dalam penentuan etiologi penulis merasa kurang tepat, akhirnya penulis melakukan pembenaran nyeri kepala berhubungan dengan kurangnya suplay oksigen ke otak. Pengertian dari diagnosa nyeri kepala adalah salah satu keluhan fisik manusia pada dasarnya adalah gejala bukan penyakit dan dapat menunjukkan penyakit organik, respon stress, vasodilator, tegangan otot rangka kombinasi respon tersebut (Smeltzer, 2001 : 2163). Fisiologi dari nyeri menurut Potter(2005 : 1504) stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut syaraf perifer, serabut nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani salah satu dari rute syaraf dan akhirnya sampai ke dalam massa berwarna abu-abu di medula spinalis, terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel syaraf inhibitor, mencegah stimulasi nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral, sekali stimulus nyeri mencapai korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi dalam upaya mempersepsikan nyeri. Faktor yang mempengaruhi nyeri yaitu usia, jenis kelamin, kebudayaan.
            Masalah tersebut muncul pada Tn. H didukung dengan PQRST : Provoking : nyeri bertambah saat beraktivias atau bergerak. Quality : tertusuk tusuk , Region : kepala sebelah kiri, Severity : skala nyeri ringan (3), Time : saat beraktivitas atau bergerak.
            Tujuan yang diharapkan untuk mengatasi masalah nyeri kepala yaitu dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam ini ditetapkan karena jika nyeri tidak segera ditangani maka dapat mengganggu dalam melakukan aktivitas.
            Kriteria hasil yang diinginkan adalah skala nyeri berkurang, pasien tampak rileks.
        Rencana keperawatan yang telah ditetapkan :
    a.    Kaji skala nyeri
            Dengan mengkaji skala nyeri diharapkan mampu menentukan intervensi (Doenges, 1999 : 170).
    b.    Pantau tanda-tanda vital
            Perubahan frekuensi jantung dan tekanan darah menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri (Doenges, 1999 : 170)
    c.    Ajarkan teknik relaksasi
            Tindakan non analgetik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan (Doenges, 1999 : 170).
    d.    Anjurkan pasien tidak banyak melakukan aktivitas untuk mengurangi rasa nyeri (Doenges, 1999 : 170).
    e.    Kolaborasi dalam pemberian analgetik jika nyeri sudah tidak tertahankan , meningkatkan kenyamanan (Doenges, 1999 : 170).
        Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan adalah mengkaji skala nyeri didapatkan skala nyeri 3, mengajarkan manajemen nyeri dengan teknik relaksasi, kekuatan :, dapat menghilangkan ketidaknyamanan (Doenges, 1999 : 170), kelemahan : jika skala nyeri sudah sampai tahap nyeri sedang atau berat maka teknik relaksasi ini tidak efektif untuk dilakukan (Potter, 2005 :1504), memantau tanda-tanda vital. Tindakan tersebut dapat dilakukan karena adanya kerjasama pasien dan keluarga sehingga pelaksanaan dapat berjalan lancar, sedangkan intervensi terakhir kolaborasi dalam pemberian analgetik jika nyeri tak tertahankan tidak dapat dilakukan karena skala nyeri 3 termasuk dalam nyeri ringan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan maka ditemukan evaluasi pada tanggal 25 Juni 2008 jam 11.30 WIB yaitu pasien mengatakan nyeri kepala berkurang setelah diberikan teknik manajemen nyeri dengan relaksasi maka masalah nyeri kepala teratasi sebagian, sehingga intervensi dilanjutkan dengan anjurkan kepada pasien untuk melakukan teknik relaksasi apabila nyeri kepala muncul, anjurkan kepada pasien untuk mengurangi aktivitas karena dapat memicu timbulnya nyeri
    3.    Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik
            Di sini dalam penentuan problem penulis merasa kurang tepat akhirnya penulis melakukan pembenaran intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik (Carpenito, 2000 : 109). Intoleransi aktivitas merupakan penurunan kapasitas fisiologi seseorang untuk mempertahankan aktivitas sampai tingkat yang diperlukan. Sedangkan menurut Nanda (2001-2002 : 13) intoleransi aktivitas merupakan penurunan kapasitas fisiologi seseorang untuk mempertahankan atau yang dibutuhkan untuk melengkapi atau keinginan untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Masalah ini muncul pada Tn. H didukung dengan data keadaan umum pasien lemah, kebutuhan dibantu oleh keluarga dan perawat.
            Tujuan yang diharapkan untuk mengatasi masalah intoleransi aktivitas yaitu dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam ini ditetapkan karena untuk meminimalkan ketergantungan dengan orang lain, kriteria hasil yang diinginkan adalah pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa dibantu keluarga.
            Rencana keperawatan yang telah ditetapkan adalah :
    a.    Kaji tingkat ketergantungan pasien
            Untuk menetapkan bantuan yang sesuai agar tidak meningkatkan ketergantungan pasien dengan orang lain (Doenges, 1999 : 165).
    b.    Bantu aktivitas pasien
            Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay dan kebutuhan oksigen (Doenges, 1999 : 170).
    c.    Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk mendekatkan barang-barang yang dibutuhkan pasien, memudahkan pasien dalam mengambil barang yang dibutuhkan (Doenges, 1999 : 170).
    d.    Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap berguna untuk membantu kebutuhan pasien meringankan beban pasien (Engram, 1999 : 24).
    e.    Kolaborasi dengan keluarga dalam pemenuhan ADL. meminimalkan kelelahan dan membantu pasien (Engram, 1999 : 24).
            Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan, mengkaji tingkat ketergantungan pasien, mendekatkan barang-barang yang dibutuhkan pasien, membantu aktivitas pasien, kekuatan meminimalkan kelelahan pada pasien, kelemahan : jika terlalu lama maka akan meninbulkan ketergantungan dengan orang lain . Intervensi di atas dapat dilakukan karena pasien dan keluarga mau diajak bekerjasama, menganjurkan pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap belum dilaksanakan karena pasien masih lemah. Setelah dilakukan tindakan keperawatan maka ditemukan evaluasi pada tanggal 05 Juni 2008 jam 11.30 WIB dengan intoleransi aktivitas teratasi sebagian dilanjutkan intervensi kolaborasi dengan keluarga dalam pemenuhan aktivitas pasien, bantu perawatan diri yang diperlukan, berikan lingkungan yang nyaman dan batasi pengunjung.  
            
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

 
    Setelah penulis memberikan asuhan keperawatan pada Bp. H dengan bronchopneumonia di ruang Multazam RS PKU Muhammadiyah Surakarta dengan menggunakan metode pendekatan proses keperawatan kemudian mengadakan pembahasan, maka berdasarkan uraian di atas penulis dapat menarik kesimpulan serta memberikan saran sebagai berikut :
A.    Kesimpulan
  1. Penyakit bronchopneumonia adalah pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbecak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronkhi dan meluas ke parenkim paru,
  2. Umumnya masalah yang timbul pada pasien bronchopneumonia sangat komplek, semua pasien bronchopneumonia mempunyai tanda dan gejala yang sama. Dari hasil pengkajian dengan bronchopneumonia ditemukan berbagai masalah diantaranya ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret yang berlebihan, nyeri kepala berhubungan dengan kurangnya suplay oksigen ke otak, intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
  3. Pada pasien bronchopneumonia yang mengalami ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret yang berlebihan. Setelah diberikan teknik nafas dalam dan batuk efektif pasien mampu meningkatkan upaya pernafasan yang akan memudahkan ekspansi maksimum paru-paru atau jalan nafas alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan nafas pasien.
  4. Pada pasien bronchopneumonia yang mengalami nyeri kepala berhubungan dengan kurangnya suplay oksigen ke otak, setelah diajarkan teknik relaksasi dan nafas dalam pasien tampak rileks.dan nyeri berkurang
  5. Pada pasien bronchopneumonia yang mengalami intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik perlu diberikan penjelasan dan motivasi untuk melakukan aktivitas secara bertahap sesuai kemampuan dan memberikan bantuan sesuai kebutuhan pasien hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi pengeluaran energi yang berlebihan dan mengurangi kelemahan.
  6. Faktor pendukung dalam memberikan asuhan keperawatan  adalah diberikannya izin dari lahan praktek serta kerjasama yang baik antara pasien, keluarga, tim kesehatan lain sehingga penulis dapat melaksanakan asuhan keperawatan dengan baik.
  7. Selain faktor pendukung yang menjadi faktor penghambat adalah adanya keterbatasan sarana dan prasarana serta keterbatasan waktu dalam melakukan asuhan keperawatan.
B.    Saran
  1. Peran perawat dalam penanganan permasalahan pasien dengan bronchopneumonia sangat besar terutama dalam hal intervensi keperawatan disamping tim kesehatan lain. Oleh karena itu perawat diharapkan dapat melakukan perawatan yang intensif serta memberikan penyuluhan pada pasien dan keluarganya agar dapat mempercepat penyembuhan serta mencegah terjadinya komplikasi.
  2. Dibutuhkan kerjasama yang baik dengan keluarga dalam membantu pelaksanaan perawatan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari pasien, di mana dengan bantuan tersebut pasien merasa terlindungi serta mendapat curahan kasih sayang dari keluarganya sehingga dalam proses penyembuhan terhadap penyakit lebih cepat. 
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, Hood, 2006, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press, Surabaya.
Asih, Niluh Gede Yasmin, 2003, Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
Baughman, Diane, C., 2000, Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Edisi 2, EGC, Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.
Doengoes, Marilynn, E., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 1, EGC, Jakarta.
NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis Definition and Classification, United States of America, Philadelphia.
Pearce, Evelyn, 2006, Anatomi dan Fisiologi untuk Para Medis, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Pooter, Patricia, A., 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Edisi 4, EGC, Jakarta.
Smeltzer, Suzzanne, C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Underwood, J.C.E., 1999, Patologik Umum dan Sistem, Edisi 2, EGC, Jakarta.

 

 

1 komentar:

Unknown mengatakan...

thank's..

Blogger Community

Hits

hit counter code

MMM INDONESIA

Komen