Kamis, 06 Januari 2011

BPH

BENIGN PROSTATIC HIPERPLASI ( BPH )


 

A. DEFINISI

BPH adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lansia dan penyebab paling sering untuk intervensi medis pada pria di atas usia 60 tahun. (Smeltzer : 2001 ; 1625).


 

B. ETIOLOGI

Belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasi prostat. Tetapi beberapa hipotesis yang erat kaitannya dengan hiperplasi prostat adalah :

  1. Peningkatan kadar dihidrotestoteron dan proses aging (menjadi tua)
  2. Adanya ketidakseimbnagan estrogen – progesterone
  3. Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat
  4. Berkurangnya kematian sel
  5. Teori stem sel ( Purnomo : 2003 ; 70 )


 

C. PATOFISIOLOGI

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesika. Untuk mengeluarkan urine, buli –buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang ters-menerus ini menyebabkan perubahan anatomic buli-buli berupa hipertropi otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau lower urinary truct system ( LUTS ) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus.

Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluk vesikoureter. Keadaan ini jika berlangsung terus-menerus mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.

Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus.

Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Kalau pada prostat normal rasio stroma disbanding dengan epitel adalah 2:1, pada BPH meningkat menjadi 4:1, hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot polos prostat dibandigkan dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang menyebabkan komponen static sedangkan tonus otot polos yang merupakan komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat. ( Purnomo : 2003 ; 72 )


 

D. MANIFESTASI KLINIS

Komplek gejala obstruktif dan iritatif (Prostatisme) mencakup :

  • Peningkatan frekuensi berkemih
  • Nocturia
  • Dorongan ingin berkemih, anyang-anyangan
  • Abdomen tegang
  • Penurunan volume urine dan harus mengejan saat berkemih
  • Urine terus menetes setelah berkemih ( dribbling )
  • Retensi urine, kekambuhan ISK ( Infeksi Saluran Kemih )
  • Anureksia, mual muntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik. ( Smeltzer : 2001 ; 1625 )


 

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG


 

  • Urinalisa    : warna , PH urine, dan menunjukkan infeksi.
  • Kultur urine    : menunjukkan stapilococcus aureus, proteus, klebsiela, pseudomonas, atau escherichia coli.
  • BUN/kreatinin
  • IVP ( intra venous pielography )    : menunjukkan perlambatan penosongan kandung kemih.
  • Sistouretroskopi    : penggambaran derajat pembesaran prostat.
  • Sistometri : mengevaluasi fungsi otot destrusor dan tonusnya.
  • Ultrasound transrektal : mengetahui ukuran prostat, jumlah residu. ( Doenges : 1999 ; 672 )


 

F.
PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan adalah :

  1. Memperbaiki keluhan miksi
  2. Meningkatkan kualitas hidup
  3. Mengurangi obstruksi intravesika
  4. Menurunkan volume residu urine setelah miksi
  5. Mencegah progesifitas penyakit


 


 

Pilihan penatalaksanaan BPH


 

Observasi 

Medikamentosa 

Operasi 

Invansif minimal 

Watchful waiting 

-penghambat adrenergik_a

  • Penghambat reduktase_a
  • Fitoterapi
    • Hormonal 
  • Prostatektomi
  • Endourologi
    • TURP
    • TUIP
    • TULP 
  • TUMT
  • TUBD
  • Stent uretra
  • TUNA


( Purnomo : 2003 ; 78 )


 

PROSES KEPERAWATAN

  • PENGKAJIAN
    • Apakah pasien cukup aktif untuk usianya
    • Penurunan aliran urine
    • Penurunan kemampuan untuk berkemih
    • Sering berkemih, disuria dan hematuria
    • Nyeri pinggang dan punggung
    • Ketidaknyaman abdomen dan supra pubis
    • Riwayat keluarga mengenai kanker dan gagal ginjal
    • Penurunan BB


     

  • DIAGNOSA KEPERAWATAN & INTERVENSI

    Menurut Doenges ( 1999 : 673-685)

  1. Retensi urine (akut/kronik) b/d obstruksi mekanik, pembesaran prostat.

    Tujuan        : Pasien mampu mengosongkan kandung kemih dengan lengkap

    Intervensi     :

  • Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam
  • Observasi aliran urine
  • Pertahankan intake dan output cairan sampai 3000L
  • Awasi TTV
  • Berikan obat sesuai dengan indikasi
  1. Nyeri b/d iritasi mukosa, distensi kandung kemih.

    Tujuan        : Nyeri berkurang

    Intervensi    :

  • Kaji nyeri,lokasi,dan karakteristik
  • Berikan tindakan yang nyaman
  • Pasang kateter
  • Berikan obat sesuai dengan indikasi ; narkotik
  • Antispasmodic dan sedatif
  1. Kekurangan volume cairan b/d disfungsi ginjal

    Tujuan         : Tidak terjadi kekurangan volume cairan

    Intervensi    :

  • Awasi intake dan output cairan
  • Awasi elektrolit terutama natrium
  • Anjurkan untuk penngkatan pemasukan oral
  • Beri cairan IV sesuai dengan kebutuhan
  1. Ancietas b/d prosedur pembedahan

    Tujuan        : Pasien tampak rilek

    Intervensi    :

  • Bina hubungan saling percaya dengan pasien/kelurga
  • Berikan informasi tentang prosedur dan tes yang akan dilakukan
  • Dorong pasien/keluarga untuk mengatakan masalah
  • Beri penguatan informasi yang telah diberikan.
  1. Perubahan eliminasi urin b/d bekuan darah, trauma, prosedur bedah.

    Tujuan        : Pasien berkemih dengan jumlah normal tanpa retensi

    Intervensi    :

  • Kaji keluaran urine dan system kateter
  • Bantu pasien memilih posisi normal untuk berkemih
  • Anjurkan pasien untuk berkemih bila ada dorongan
  • Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake cairan 3000 L
  • Pertahankan irigasi kandung kemih
  1. Resti infeksi b/d prosedur invansif, irigasi kandung kemih.

    Tujuan         : tidak terdapat tanda-tanda infeksi

    Intervensi    :

  • Pertahankan kateter steril
  • Awasi TTV
  • Observasi drainase luka
  • Ganti balutan sering dengan prinsip steril
  • Berikan antibiotik sesuai indikasi
  1. Resti disfungsi seksual b/d situasi krisis ( incontinensia urine, keterlibatan area genital )

    Tujuan         : tidak ditemukan tanda-tanda disfungsi seksual dan pasien melaporkan ansietas menurun

    Intervensi    :

  • Berikan pada pasien keterbukaan
  • Berikan informasi akurat tentang harapan kembalinya fungsi seksual
  • Diskusikan dasar anatomi dan jujur menjawab pertanyaan pasien
  • Diskusikan ejakulasi retrograd bila dilakukan transuretral
  • Rujuk ke penasehat seksual sesuai indikasi


 

  • EVALUASI


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

0 komentar:

Blogger Community

Hits

hit counter code

MMM INDONESIA

Komen